Kemenhan RI: Standar, F-16 dengan Rudal Jarak Jauh
AGM-65 Maverick Cutaway Memodernisasikan sistem alutsista tidak akan menimbulkan protes dari negara tetangga. Kementerian Perta...
https://pojokmiliter.blogspot.com/2012/08/kemenhan-ri-standar-f-16-dengan-rudal.html?m=0
AGM-65 Maverick Cutaway |
Memodernisasikan sistem alutsista tidak akan menimbulkan protes dari negara tetangga.
Kementerian Pertahanan menyatakan melengkapi pesawat jet tempur seperti F-16, dengan rudal terpandu jarak jauh adalah suatu keharusan, dan menjadi standar dalam melengkapi kekuatan pertahanan negara.
Hal ini dikatakannya menyusul berita yang dilansir kantor berita Reuters dari Washington DC, Amerika Serikat pada Jumat (24/8), yang melaporkan Presiden Barack Obama telah mengusulkan, untuk menjual rudal terpandu jarak jauh dan peralatan terkait senilai 25 juta dollar Amerika, untuk melengkapi armada pesawat jet tempur F-16 yang dimiliki Indonesia.
“Hal ini belum dibicarakan dan dikonfirmasikan dengan DPR, namun sebagai sebagai alat pemukul strategis dalam matra pertahanan udara, pesawat jet tempur F-16 harus dipersenjatai dengan tipe senjata dan teknologi tercanggih. Itu standar yang harus dilakukan untuk pesawat tempur sekelas F-16,” ujar Juru bicara Kementerian Pertahanan, Brigjen Hartind Asrin, ketika dihubungi Minggu (26/8).
Hartind juga mengatakan melengkapi senjata tercanggih untuk alat pemukul strategis bukan semata-mata bertujuan untuk perang atau menyerang negara lain.
“Pada saat damai, sistem itu berguna sebagai pembuat efek jera,” ujar Hartind, yang minggu lalu baru dilantik sebagai Staf Ahli Menteri Pertahanan Bidang Keamanan Pertahanan.
Hartind juga mengatakan bila angkah itu diambil oleh Indonesia, tidak akan menimbulkan protes dari negara-negara tetangga karena upaya membangun dan memodernisasi alat utama sistem pertahanan (Alutsista) adalah kedaulatan suatu negara.
“Upaya itu pun dilakukan untuk menjaga kedaulatan wilayah negara, bukan untuk menyerang dan ini jelas tertera dalam konstitusi negara kita,” kata Hartind.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam penjelasannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat, ketika menyampaikan Nota Keuangan dan RAPBN 2013 di depan rapat paripurna DPR (16/8) menyatakan, bahwa Kementerian Pertahanan direncanakan akan mendapat kenaikan anggaran pada tahun 2013 menjadi Rp 77,7 triliun.
Angka ini merupakan kenaikan sebesar 25,2 persen, dari anggaran pertahanan pada tahun 2012 yang besarnya adalah Rp 61,5 triliun.
Hartind mengatakan sebagian besar anggaran itu, akan digunakan untuk membayar gaji pegawai dan biaya operasional Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia.
“Sekitar 26 persen akan digunakan untuk belanja kelengkapan Alutsista maupun non Alutsista, namun alokasi ini terpisah dari dana belanja militer untuk pemenuhan sebagian target kekuatan esensial minimum pertahanan sebesar Rp 150 triliun periode 2010-2014,” ujar Hartind.
Pemerintahan SBY telah menetapkan pada akhir masa pemerintahannya di 2014, akan bisa mencapai target 30 persen dari 100 persen, pemenuhan kekuatan pokok minimal pertahanan pada tahun 2024.
Indonesia dijadwalkan akan menerima 24 unit pesawat jet tempur F-16, hibah yang sudah diremajakan dari Amerika Serikat, dan akan melengkapi 10 pesawat jet tempur F-16 yang sudah dimiliki sebelumnya.
Pengamat: Pesawat Jet Tempur Tanpa Rudal Jarak Jauh Tak Ada Gunanya
Indonesia harus bisa memainkan posisi tawar dalam negosiasi pengadaan alutsista
Memperkuat persenjataan pada pesawat jet tempur F-16, adalah hal yang niscaya karena pesawat jet tempur tanpa dipersenjatai rudal terpandu jarak jauh, tidak ada gunanya .
Hal ini dikatakan oleh pengamat militer, Connie Rahakundini Bakrie, menyusul berita yang dilansir kantor berita Reuters dari Washington DC, Amerika Serikat pada Jumat (24/8), yang melaporkan pemerintah Presiden Barack Obama, telah mengusulkan untuk menjual rudal terpandu jarak jauh dan peralatan terkait senilai 25 juta dollar Amerika, untuk melengkapi armada pesawat jet tempur F-16 yang dimiliki Indonesia.
“Pesawat jet tempur memang harus bisa menembak, tapi harus diperhatikan apakah hal ini memang sesuai dengan kebutuhan TNI Angkatan Udara sebagai penggunanya,” ujar Connie ketika dihubungi, Minggu (26/8).
Indonesia disebutnya harus bisa memainkan posisi tawar, yang lebih baik dalam negosiasii pengadaan alat utama sistem pertahanan (Alutsista) dengan Amerika Serikat, mengingat Amerika Serikat memandang posisi strategis Indonesia, dan dianggap sebagai kekuatan pengimbang terhadap China di kawasan Asia.
Dalam hal ini dan dengan konteks sengketa di kawasan Laut China Selatan antara China, Taiwan dan empat negara anggota ASEAN, Connie mengatakan Indonesia dapat menggunakan posisi tawarnya, untuk meminta Amerika agar mendukung penguatan kekuatan militer Indonesia di laut dan tidak hanya di udara.
"Kesempatan ini harus dimanfaatkan untuk mendapatkan perjanjian kerjasama yang lebih baik untuk membangun armada laut baru, seperti Armada Pasifik dan Armada Lautan Hindia, sehingga melengkapi Armada Barat dan Armada Timur yang sudah ada,” ujar Connie.
Namun Connie mengatakan bahwa kebijakan politik luar negeri Indonesia bebas aktif, dengan semboyan one thousand friends zero enemy dapat menimbulkan kebingungan, untuk menentukan aliansi yang kuat dengan salah satu kekuatan besar di dunia, walau hal ini juga dapat digunakan untuk menjalin kerjasama yang lebih erat dengan Amerika dan China.
Connie memberikan contoh bahwa Indonesia dapat membagi kerjasama militernya dengan kedua negara tersebut, dalam membangun dan memperkuat armada laut, misalnya membangun Armada Barat dan Samudera Hindia dengan China, sementara Armada Timur dan Pasifik dengan Amerika.
“Ini akan membuat Indonesia sebagai negara dengan kekuatan pengimbang yang sebenarnya. Menurut saya, ini adalah gerakan non blok abad ke-21,” ujar Connie.
Apa pendapat anda tentang artikel diatas?