Pindad Butuh Mesin Pembuat Peluru yang Baru
Mesin Pembuat Amunisi Pindad (Foto: Detik.com) PT. Pindad sebagai pemasok utama munisi masih kekurangan mesin pembuat peluru untuk me...
https://pojokmiliter.blogspot.com/2011/11/mesin-pembuat-amunisi-pindad-foto-detik.html
Mesin Pembuat Amunisi Pindad (Foto: Detik.com) |
PT. Pindad sebagai pemasok utama munisi masih kekurangan mesin pembuat peluru untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dengan mesin yang ada, Pindad hanya bisa memproduksi 120 juta butir peluru per tahun. Sebanyak 50 juta butir di antaranya untuk diekspor. Padahal, kebutuhan munisi di dalam negeri sebanyak 120 juta per tahun.
"Kita hanya dapat memenuhi sebanyak 70 juta butir peluru untuk kebutuhan dalam negeri. Jadi, masih kurang 50 juta butir peluru," kata Direktur Sistem Senjata PT. Pindad, Irianto, di lokasi pembuatan peluru PT Pindad Divisi Munisi di Malang, Kamis (3/11).
Kendala lain,
mesin yang ada sekarang sudah terlalu tua untuk memproduksi peluru secara maksimal. Mesin yang sebenarnya bisa memproduksi 7.200 peluru per jam, terpaksa diturunkan performanya menjadi 6.000 peluru per jam. Penurunan performa ini, menurut Irianto, agar kualitasnya bisa tetap terjaga. Mesin ini sudah berumur 20 tahun, sedangkan kemampuan maksimal mesin hanya 15 tahun.
mesin yang ada sekarang sudah terlalu tua untuk memproduksi peluru secara maksimal. Mesin yang sebenarnya bisa memproduksi 7.200 peluru per jam, terpaksa diturunkan performanya menjadi 6.000 peluru per jam. Penurunan performa ini, menurut Irianto, agar kualitasnya bisa tetap terjaga. Mesin ini sudah berumur 20 tahun, sedangkan kemampuan maksimal mesin hanya 15 tahun.
Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tambah dia, khususnya TNI dan Polri, PT Pindad meminta Kementerian Pertahanan menambah dua lini mesin lagi, yakni satu lini mesin untuk membuat peluru kaliber 5,56 milimeter dan satu lini mesin untuk membuat peluru kalibar 9 milimeter. Satu lini mesin bisa memproduksi sebanyak 30 juta butir peluru per tahun. Penambahan dua lini mesin ini diperkirakan bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Adapun harga untuk satu lini mesin adalah 150 miliar rupiah. Kalaupun disetujui, PT Pindad berharap pemerintah membeli mesin buatan Jerman karena kualitasnya dinilai paling bagus. "Kami bisa usahakan dalam lima tahun modal bisa kembali," kata Irianto.
Kondisi serupa juga dialami mesin munisi kaliber besar. Pindad belum bisa memproduksi besar karena keterbatasan mesin. "Investasi mesin munisi kaliber besar sangat mahal. Kemampuan anggaran pemerintah pun masih sangat terbatas," katanya. Namun, untuk soal desain, PT Pindad mengaku bisa mengikuti perkembangan munisi-munisi yang dibuat negara maju.
Rapat Evaluasi
Menanggapi keinginan PT Pindad ini, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan (Kemhan), Brigjen Hartind Asrin mengatakan Kemhan akan menindaklanjuti permintaan tersebut melalui Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). "Setiap tiga bulan KKIP selalu melakukan rapat evaluasi. Salah satu tujuannya untuk mengetahui kekurangan setiap industri pertahanan," katanya.
Rapat tersebut, kata Hartind, akan selalu dihadiri produsen, pengguna, dan pemerintah. Di dalam unsur pemerintah juga selalu dihadirkan perwakilan dari Kementerian Keuangan agar bisa langsung menginformasikan kondisi keuangan negara untuk bidang pertahanan. "Kalau ternyata masih ada anggarannya, permintaan akan bisa langsung disetujui," ujarnya.
Di samping itu, Kemhan juga terus mendorong agar RUU Revitalisasi Industri Pertahanan bisa segera selesai agar sinergisitas antar-industri pertahanan bisa ditingkatkan. "Semoga pada 2012 ini bisa goal (disahkan)," kata Hartind.
Sementara itu, bahan baku peluru yang dibuat Pindad sebagian besar dari luar negeri, yakni dari Belgia, Korea Selatan, India, dan Taiwan. Korea Selatan dan Taiwan memasok propelan, sedangkan Taiwan memasok brasscup atau selongsong dan ujung peluru. Sisanya sebanyak 20 persen merupakan bahan baku dalam negeri, yakni timah dan kemasan.
"Kami terpaksa mengimpor mayoritas bahan baku dari luar karena industri hilir dalam negeri belum mampu memenuhi kualitas yang diinginkan," kata Irianto.
Sementara itu, Kepala Divisi Munisi PT Pindad Untung Purnomo menambahkan setiap tahun PT Pindad mengimpor 500 ton brasscup yang bahan dasarnya adalah kuningan. Bahan dasar tersebut banyak ditemukan di Indonesia.
Pindad sebenarnya bisa membuat brasscup jika pemerintah mau berinvestasi untuk membangun pabriknya. "Negara maju umumnya punya pabrik propelan dan brasscup tersendiri, sedangkan Indonesia belum punya," katanya.
Untuk persoalan itu, Hartind menjelaskan, pemerintah sudah menyasar pembangunan industri komponen pendukung pabrik senjata nasional dengan bekerja sama dengan pihak swasta nasional. "Hal itu mungkin akan dibereskan dalam KKIP. Ke depan, pabriknya tersebut kalau bisa dibangun dan dioperasikan pihak swasta saja," jelas Hartind.
Apa pendapat anda tentang artikel diatas?